Tepat Hari ini Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini.
Tanggal 21 April merupakan tanggal kelahiran Raden Adjeng Kartini, wanita yang memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia.
Raden Adjeng Kartini merupakan salah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia.
Bukan hanya sekadar sosok pahlawan yang menjunjung tinggi harga diri perempuan, Kartini juga dikenal sebagai sosok yang religius. Ia haus akan ilmu pengetahuan agama.
Banyak orang yang belum mengerti bahwa Kartini adalah seorang santri, seorang alimah yang mendorong munculnya Tafsir Al-Qur’an pertama di Nusantara. Kalau Kartini tidak pernah “protes”karena tidak mengerti Bahasa Arab, mungkin sampai sekarang tidak pernah ada Tafsir Al-Qurán untuk kaum pribumi. Karena saat itu penjajah Belanda melarang penerjemahan Al-Qur’an atau penafsiran Al-Qur’an ke Bahasa non Arab. Bahkan saat itu para ulama mengharamkan penerjemahan Al-Qur’an.
Kartini berkata kepada gurunya, Simbah KH Sholeh Darat, tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya. Maka dia memohon agar diterjemahkan.
Tetapi pada waktu itu penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan Al-Qur’an. Mbah Sholeh Darat melanggar larangan ini, Beliau menerjemahkan Qur’an dengan ditulis dalam huruf “arab gundul”(pegon) sehingga tidak dicurigai penjajah.
Kitab tafsir dan terjemahan Qur’an ini diberi nama Faidur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam Bahasa non Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah dengan R.M. Joyodiningrat, Bupati Rembang. Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan:
“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam Bahasa Jawa yang saya pahami.”
Kitab yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayangnya penerjemahan Kitab Faidur-Rohman ini tidak selesai karena Mbah Kyai Sholeh Darat keburu wafat.
Kisah dinukil Prof KH Musa Al-Machfud Yogyakarta dari Kyai Muhammad Demak, dimuat di Majalah bulanan Aula, Surabaya, Edisi April 2012 hlm.21.(*)
Sumber: sirojuth-tholibin.net/nuonline